PALI – Dalam suasana yang sarat nilai spiritual dan budaya, Bupati Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Asgianto, ST., menerima penganugerahan gelar adat “Raja Muda Wira Mandala” dari para tokoh dan tetua adat Marga Abab, Sabtu (19/7/2025), bertepatan dengan pelaksanaan “Sedekah Sedusun Marga Abab”, sekaligus ritual sakral penghormatan terhadap 16 puyang dan 7 pesirah yang menjadi leluhur dan pemimpin masyarakat adat Marga Abab.
Acara yang berlangsung di pusatkan di Desa Betung Raya Kecamatan Abab ini dihadiri oleh warga, tokoh masyarakat, pemuka adat, serta tamu undangan dari berbagai penjuru PALI. Prosesi pemberian gelar ini bukan sekadar bentuk penghargaan simbolik, melainkan sebuah pengakuan adat yang sarat tanggung jawab budaya dan sosial yang akan membebani pundak seseorang yang diberi gelar.
Raja Muda Wira Mandala secara harfiah berarti putra mahkota atau wakil raja yang gagah berani dan bertanggung jawab atas sebuah mandala kekuasaan. Dalam konteks budaya lokal, gelar ini menggambarkan sosok pemimpin muda yang dinilai pantas menjadi pelindung masyarakat, penjaga adat, dan pengayom masyarakat. Ia mengandung makna spiritual sekaligus historis yang mengikat secara personal kepada penerimanya.
Gelar adat yang disematkan bukan sembarangan, gelar ini mengandung harapan agar pemimpin dapat mengayomi rakyat, merangkul semua kalangan serta dapat menyatukan semua elemen untuk kemajuan pembangunan sebuah wilayah yang di pimpinnya.
Meskipun belum ada sistem baku dan mekanisme formal yang tertulis dalam bentuk regulasi adat mengenai pemberian gelar kepada pejabat publik,maupun seorang tokoh namun proses yang dilakukan oleh para tua-tua adat Marga Abab ini tetap menjunjung tinggi nilai kolektif, musyawarah, dan pertimbangan moral serta kultural.
Dalam prosesi pemberian gelar adat ini dinilai beberapa pihak masih ada pro dan kontra, namun secara khusus inisiator dan panitia pelaksana dapat memahami dan menyadarinya.
Yang secara objektif, kontra dan kritik akan dijadikan sebuah catatan penting proses penyempurnaan dalam literasi tradisi budaya adat Marga Abab yang selama ini sudah mulai tenggelam ditengah kemajuan zaman.
Dalam konteks inilah, pemberian gelar adat kali ini menjadi sebuah moment pertama kali di wilayah Abab secara khusus dan Kabupaten PALI pada umumnya.
Gelar adat biasanya diberikan kepada, Pemimpin pemerintahan (bupati, gubernur, presiden) yang peduli terhadap masyarakat adat. Tokoh adat dan tokoh masyarakat yang menjaga nilai-nilai adat dan budaya. Akademisi, aktivis, atau tokoh nasional yang membela hak masyarakat adat. Serta tokoh lokal atau orang luar yang menunjukkan kepedulian tinggi terhadap pembangunan daerah.
Mananggapi hal tersebut, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI, Kristanto. J., menilai langkah masyarakat adat ini sebagai bagian penting dari proses pelestarian kebudayaan tak benda di Sumatera Selatan.
“Pemberian gelar adat kepada pemimpin daerah merupakan langkah berani dan bermakna. Ia mempererat hubungan antara negara dan adat. Ini bisa menjadi ruang strategis untuk menyatukan pembangunan fisik dengan pembangunan budaya,” jelas Kristanto.
Kristanto juga menekankan perlunya dokumentasi dan keterlibatan akademisi agar tradisi semacam ini tidak kehilangan makna di masa depan. Ia mengingatkan bahwa di Sumatera Selatan, banyak suku seperti Musi, Komering, Besemah, dan Lematang juga mengenal struktur adat yang kuat, termasuk pemberian gelar sebagai bentuk penghargaan dan tanggung jawab sosial.
Pemberian gelar adat kepada Bupati PALI juga menjadi refleksi atas kondisi sosial dan geografis daerah ini. Kabupaten PALI merupakan salah satu wilayah di Sumatera Selatan yang kaya akan sumber daya alam, seperti batu bara, minyak dan gas bumi, serta kawasan hutan yang masih subur. Potensi ini menjadi berkah sekaligus tantangan besar dalam hal tata kelola yang adil dan berkelanjutan.
Dengan gelar Raja Muda Wira Mandala, masyarakat adat berharap Bupati Asgianto mampu menjadi panglima peradaban sosok yang tidak hanya membangun fisik dan infrastruktur, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai lokal, menjaga ekosistem, dan melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan pembangunan.
Di tengah derasnya arus globalisasi, identitas lokal sering terpinggirkan. Namun melalui prosesi adat seperti ini, masyarakat Marga Abab membuktikan bahwa budaya bukan sesuatu yang ketinggalan zaman, melainkan akar yang menumbuhkan kemajuan yang berkeadaban.
Seolah tersirat harapan masyarakat adat yang menginginkan seroang pemimpin Kabupaten PALI tidak sekadar dilihat dari jabatannya, tapi juga dari keberpihakannya kepada adat, tradisi, dan rakyat kecil.
Penerimaan gelar Raja Muda Wira Mandala mengikat secara moral, budaya, dan spiritual. Ia mengingatkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga soal jiwa keberanian menjaga kearifan lokal, kebijaksanaan dalam mengelola kekuasaan, dan keikhlasan dalam merangkul seluruh lapisan masyarakat.